Buntu... Itu yang ada di kepalaku kalau sudah mulai disuruh menulis, apa yang mau ditulis, seolah-olah aku tidak ada kuasa menulis, menggoreskan pena saja serasa tangan ini lemah lunglai. Lalu, aku paksakan diri mengikuti pelatihan Bilik Nulis dan kelas menulis blog dan membuat blog. Di kelas Bilik Nulis pikiranku diperas dengan indahnya, dan pekerjaan membaca aku dipacu seperti perlombaan mobil F1. Aku terbawa ke dunia baru.
Menulis ternyata seperti secerewet aku mengomel. Kata yang meluncur lewat krusor gawai dan komputer lewat Microsoft word berdeta-detak begitu saja, mencetak huruf demi huruf menerjemahkan kata di dalam otak via ketikan tangan dan jempolku. Secerewet itu kecepatannya. Tiba-tiba dari jatah kata yang di ijinkan terpenuhi begitu saja. Dari jatah halaman yang disetujui juga lewat begitu saja, dan akhirnya aku harus potong dan baca sana sini, agar bisa sesuai dengan permintaan namun masih sesuai dengan cerita yang aku inginkan.
Ternyata aku terbiasa untuk menulis, meski tidak menulis hal-hal yang aku mau, aku menulis ketika mengajari anakku belajar menulis, aku menulis ketika harus membuatkan surat cinta kepada suamiku saat berulang tahun atau saat kami merayakan pernikahan kami. Aku menulis ketika tertarik dengan resep tertentu, berikut dengan tahapan yang sulit dan penyesuaiannya sesuai dengan lidah dan orang-orang di rumah, aku menulis ketika ada ayat-ayat kitab suci yang ingin aku hafal, baik itu menghafal bersama anakku atau aku hafalkan sendiri.
Sungguh memang menulis itu sesuatu yang harus diawali dengan nulis aja dulu, soal tema akan segera ditemukan sejurus tangan ini memutuskan menulis. Soal bagaimana kualitas tulisan nanti dulu dipikirkan, seseorang pernah mengatakan padaku... Ketika menulis pakailah jubah penulis jangan dipakai jubah editor nanti tidak jadi tulisannya, atau memakai jubah penulis dan editor dalam satu waktu bisa kecapaian sebelum huruf-huruf bisa diterjemahkan oleh jari-jari.
Baru aku sadari ternyata aku terbiasa untuk menulis.
No comments:
Post a Comment